Jangan Beritahu Bagaimana Caranya. Rahasia!

January 9, 2016 • Human

Pernah ada celotehan ketika mengobrol santai soal pekerjaan dan profesi. Seseorang dibayar mahal karena memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Misalnya kemampuan mendesain yang eye-catchy atau membuat UI yang sedap dipandang dan digunakan. Kalau ada yang bertanya, “Bagaimana sih buatnya?” jawab saja, “Sini mari aku buatkan.” Kalau kita jelaskan bagaimana cara membuatnya, nanti semua orang jadi bisa melakukannya. Lalu kita jadi tidak punya nilai tambah di dunia kerja. Karena keunggulan (dan gaji yang lebih besar) itu kan karena kita punya kemampuan di atas orang lain.

Layaknya sebuah perusahaan tidak mau membeberkan bagaimana sebuah produk dibuat karena itu adalah “rahasia perusahaan”. Kalau diketahui pihak lain maka takut produknya bisa dijiplak dan diedarkan dengan harga lebih murah. Lalu perusahaan kehilangan potensi pendapatannya karena muncul pesaing baru.

Benarkah demikian?

Kenyataannya, sekalipun kita bagikan ilmu yang kita punya kepada siapa saja, tidak semua orang mau belajar. Sedangkan orang-orang yang mau belajar pastilah akhirnya akan bisa juga, dengan maupun tanpa kita. Karena ilmu itu bukan rahasia kita seorang. Bagaimana dengan mereka yang menanyakan “bagaimana caranya”? Belum tentu juga mereka serius ingin belajar. Bisa jadi hanya basa-basi atau sekedar penasaran saja. Dari tidak bisa sampai jadi bisa perlu kegigihan dan tak cukup hanya dengan lima menit percakapan saja tanpa dilatih atau dipraktikkan.

Contoh lainnya. Dari pengalaman mengajar di bangku perkuliahan, hasilnya selalu bervariasi. Ada yang aktif, cepat tanggap, dan terlihat progress peningkatan dalam kemampuannya. Ada pula yang hingga akhir semester tak kunjung mengerti isi mata kuliah. Ada pula yang memang tak berminat dengan mata kuliah ini dan tampak puas dengan nilai yang secukupnya. Padahal mereka kan mahasiswa yang datang dengan niat untuk belajar. Ditambah lagi mata kuliah ini bersifat tutorial, alias diterangkan tahap demi tahap layaknya di bangku sekolah.

Kalau disimpulkan, alasan orang tidak ingin berbagi ilmu adalah karena takut orang lain jadi bisa dan kita kehilangkan nilai lebih, alias takut tersaingi. Padahal tidak semua orang mau belajar atau berminat dengan ilmu yang kita punya tersebut. Sedangkan mereka yang bisa “menyaingi” kemampuan kita pastilah bisa dengan sendirinya, dengan atau tanpa bantuan kita. Jadi alasan yang demikian tidak tepat.

Kalau kita mampu untuk membagikan ilmu, justru itulah sebuah nilai lebih yang tidak dimiliki semua orang. Karena motivasi berbagi ilmu adalah untuk menjadikan orang lain mengerti. Perkara apakah orang yang disampaikan ilmu itu akhirnya bisa atau tidak itu urusan lain. Tapi setidaknya kita bisa melihat mereka yang memang berminat dan berusaha untuk bisa sebagai patokan. Dan bagaimana cara kita menyusun cara penyampaian supaya mudah dimengerti itu bukan perkara mudah. Aku pun masih kesulitan mencari cara yang paling pas merangkai sesi penyampaian yang mudah dimengerti dan menyenangkan. Masih perlu banyak latihan dalam hal ini.

Kalau kamu punya kemampuan yang lebih (pasti ada!) namun masih enggan untuk berbagi, cobalah! Ketika menjumpai seseorang yang berhasil berkat ilmu yang pernah kita bagikan, itu merupakan sebuah kebahagiaan karena kita boleh berkontribusi bagi kehidupan orang lain. Bukankah alasan kita bekerja membanting tulang mencari nafkah itu untuk mendapat kebahagiaan?

Comments are closed.